This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Thursday 28 October 2010

Artiani, Mei. 2010. Fitness Circuit Game Develpment on Motoric Physical Learning for B Group at Pembina Kindergarten Bumiaji Batu. Thesis, Elementary and Pre-school department, S1 Children Education for Early Ages (PAUD), Education Faculty, State University of Malang. Advisors: (I) Drs. Kentar Budhojo, M.Pd., (2) Drs. Heru Widijoto, M.S.

Keyword: fitness circuit, PAUD

The appropriate learning activity for chidren is playing. Thus, a pre-school teacher should be able to develop a game that facilates all development of children or students. In Pembina Kindergarten Bumiaji Batu, the lack facility of learning instruments or media bringig on longer learning since the students have their turn in such a long time. This makes students, neither who already finish their task or still waiting for their turn tend to play for themselves. In addition, the learning activity especially motoric physical has not used an activity through a game.
This research aims to develop fitness circuit game on motoric physical learning for B group at Pembina Kindergarten Bumiaji Batu, an easy and joyful game for children to play. The research focus only to examine fitness circuit game on motoric physical learning especially for B group at Pembina Kindergarten Bumiaji Batu.
The writer uses development model with subjects of 40 students of B group at Pembina Kindergarten Bumiaji Batu. The phases are as follow: 1) requirement analysis, 2) create early product, 3) expert consideration, 4) first product revision, 5) small group test, 6) product revision, 7) field test, 8) final result.
Based on result of large group test (field test) it is recognized that 97.5% students stated that the can play the game easily and 92.5% said that they love to play it. The percentage classification is 80-100%, good to implemented. The positive value of the game are that: 1) the game can attract attention of the students, 2) learning being more cheerful, 3) it can train students to learn to be more concentrate and patient, 4) it can also train fitness of the children.
Based on the result, it is suggested that before applying the game, we need to give explanation of the game in the beginning to the students. Instruments used in the game should be adjusted with children condition. A further research may involves language development aspect or cognitive in the game.

Hartanti, Wuri. 2010. Brain Gym Implementation to improve Children Early Writing Ability in A Group of State Kindergarten of Pembina Bumiaji. Thesis, Elementary and Pre-school Study Program, Education Faculty, State University of Malang. Advisors: (I) Dra. Wiwik Dwi Astuti, M.Pd., (II) Drs. Abdul Huda

Keyword: Brain Gym, Writing Ability, Kindergarten

Brain gym is a series of practices based on simple body gesture to facilitate learning activity and adaptation. Its easy gesture may assist to coordinate body and brain, thus if it is trained to children earlier may help them to learn faster. One of basic abilities can be improved with the brain gym is basic writing ability or skill of the children. After the implementation, it is hoped that the children of A group in State Kindergarten of Pembina Bumiaji acquire faster and better writing ability.
This research aims to (1) describe brain gym implementation in A group of State kindergarten of Pembina Bumiaji, and (2) to describe the implementation on children writing ability of the kindergarten.
The research uses Class Action Research (Penelitian Tindakan Kelas/PTK) held in two cycles. Every action includes planning, implementation, action, observation and reflection. Subjects of the research are students of A2 group of State Kindergarten of Pembina Bumiaji.
The result indicates that children average improvement of early writing ability in cycle I and II is increased. In cycle I, children writing skill shows average of 2.8 or70% of expected maximum score, their writing speed reach average improvement score 2.5 or 62.5% of expected maximum score, the accuracy of form/letter is 2.4 or 60% of expected maximum score, and the tidiness of writing is 2.3 or 57.5% of expected maximum score. In cycle II, children writing skill shows average improvement 3.5 or 87.5% of expected maximum score, their writing speed reach average improvement score 3.2 or 80% of expected maximum score, the accuracy of form/letter is 3.5 or 87.5% of expected maximum score, and the tidiness of writing is 3.3 or 82.5% of expected maximum score. And the whole average writing ability score is 3.4 or 85% of expected maximum score. It is known that from cycle I to cycle II gains 22.5% improvement.
Based on the result, it is concluded that the brain gym implementation is held by asking the children to play finger game, confronting right thumb with left little finger, right index finger with left ring finger, right middle finger with left middle finger, right ring finger with left index finger, and right little finger with left thumb, then rotating it over and over; arm activation by lifting their arms, then pushing them to the front, side and back; double doodle by making some squiggle with both hand at once, alphabet 8s by writing number 8 sleep.
By the implementation, it is recognized that students writing ability has increased. It can be observed from the result of cycle I and II. While in cycle I students writing ability is 62.5, in cycle II the number is up to 85%. Thus, the improvement is 22.5%.
From the result above, it is suggested that: (1) to improve students writing ability, the teachers can apply brain gym in learning activity of A group of State Kindergarten of Pembina Bumiaji; (2) this result can be used as policy reference by the head of the Kindergarten in overcoming poor early writing ability of the student; (3) this result also can be used as a reference for further research. Since its only covers only writing ability, speed, accuracy, and tidiness, future researcher may extent it to result of the children in form of letter, calligraphy, and others.

Saturday 15 May 2010

GURU IDAMAN

Menjadi pendidik di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini bukanlah suatu profesi yang mudah. Hal ini dikarenakan anak didik di lembaga ini adalah anak yang usianya lahir sampai dengan usia 6 tahun. Anak bukan miniature orang dewasa mereka ada dengan segala keunikannya sendiri. Mereka membawa potensinya masing-masing, namun potensi yang ada masih belum terstimulasi. Anak belajar segala sesuatu dengan acara meniru.Anak-anak ini belajar di lembaga yang biasa di sebut PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). PAUD adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menjadi pendidik di lembaga PAUD tidak hanya menuntut keuletan, kesabaran, kecerian dan kekreativan, namun juga menuntut kepribadian yang bersahaja hal ini karena guru merupakan contoh untuk anak didiknya. Menjadi contoh untuk anak usia dini bukan merupakan suatu aktivitas yang tanpa beban. Mengingat, bahwa kondisi anak yang masih polos yang disertai dengan potensi yang dibawanya. Semua potensi yang ada pada diri anak terbentuk diusia ini, masa perkembangan anak ini disebut dengan masa golden age, yaitu masa yang terbaik dalam seumur hidup perkembangan manusia. Jika terjadi kesalahan pada usaha menstimulasi perkembangan anak pada masa ini akan berakibat fatal diperkembangan anak berikutnya. Pendidikan anak usia dini merupakan fondasi dalam kehidupan manusia. Sebagai peletak fondasi diperlukan sosok guru yang patut ditiru oleh anak. Kata-kata dan perilaku yang diilakukan guru merupakan suatu hal yang sakti bagi anak. Kata-kata dan perbuatan yang lakukan oleh guru akan melebih segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya.
Setiap kali anak dibenarkan/diajari oleh orang dewasa di rumahnya jika tidak sesuai dengan yang diajarkan guru di sekolah pasti anak akan protes “kata bu guru tidak seperti itu, aku tidak mau, aku mau seperti bu guru tadi di sekolah”. Dengan membaca ucapan anak di atas terlihat guru begitu sakti dan berpengaruh bagi anak. Kedudukan guru di lembaga pendidikan anak usia dini, guru sebagai seorang ibu kedua bagi anak. Dalam arti guru mengasuh, mendidik, membimbing, dan merawat seperti anaknya sendiri tanpa membedakan anak menurut suatu apapun.
Sosok guru idaman untuk anak PAUD paling tidak harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
a.Memahami Aspek Perkembangan Anak
Guru mengerti dan paham dengan aspek perkembangan anak, yang meliputi perkembangan pembiasaan, bahasa, kognitif, fisik motorik dan seni serta memahami pendekatan, metode, strategi untuk memfasilitasi perkembangan anak usia dini. Selain itu pendidik juga harus kreatif menciptakan media pembelajaran untuk anak, mengingat anak masih belum bisa berfikir secara abstrak, sehingga untuk menjelaskan sesuatu diperlukan visualisasi benda konkrit.
b. Berperilaku baik
Pendidik anak usia dini adalah contoh untuk anak. Agar anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berintelektual tinggi dan berakhlak, maka guru dilembaga PAUD perlu mempunyai sikap tersebut.Selain itu guru juga perlu mempunyai sikap yang ramah, baik itu kata maupun perbuatannya.
c. Penuh cinta dan kasih sayang
Pendidik di lembaga PAUD adalah pengganti orang tua anak, guru sebaiknya memperlakukan anak didiknya seperti anaknya sendiri, mencintai dan menyayangi tanpa membeda-bedakan dengan tulus. Rasa cintadan kasih sayang akan mendekatkan anak pada guru. Ank adalah sosok yang peka, jika guru kurang tulus dalam memberikan kegiatan, anak akan merasa dan berulah.
d. Mudah bergaul
Guru juga sebaiknya mampu menjaga hubungan antar guru dengan orang tua anak. Aktivitas yang dilakukan oleh guru di sekolah perlu dilanjutkan oleh orang tua di rumah. Demi menjaga hubungan tersebut diperlukan sikap saling terbuka antara guru dan orang tua anak, sehingga perkembangan anak di sekolah dapat dikomunikaiskan kepada orang tua. Kegiatan anak yang dilakukan di sekolah, orang tua juga perlu bisa supaya orang tua mampu mengajari anak, untuk itu guru juga perlu mengajari orang tua anak, untuk menyiapkan bahan ajar dan cara mengajarkannya ke anak. Apalagi, sekarang masih banyak orang tua yang tidak paham dengan pertumbuhan dan perkembaagn putra putrinya, sehingga dengan tidak segan-segan orang tua melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri.
“Kekerasan tidak patut dilakukan untuk anak” seperti yang katakan oleh:
If a child lives with criticism, he learns to condemn
(Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar menyalahkan)

If a child lives with hostility, he learns to fight
(Jika anak dibesarkan dengan kebencian, ia belajar berkelahi)

If a child lives with ridicule, he learns to be shy
(Jika anak dibesarkan dengan ejekan, ia akan tumbuh rendah diri)

If a child lives with shame, he learns to feel guilty
(Jika anak sering dipermalukan, ia akan menyalahkan diri sendiri)

If a child lives with tolerance, he learns to be patient
(Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar bersabar)

If a child lives with encouragement, he learns to be confident
(Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri)

If a child lives with praise, he learns to appreciate
(Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai)

If a child lives with fairness, he learns justice
(Jika anak dibesarkan dengan keadilan, ia akan belajar berbuat adil)

If a child lives with security, he learns to have faith
(Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar memiliki keyakinan)

If a child lives with approval, he learns to like himself
(Jika anak dibesarkan dengan persetujuan, ia akan belajar menyukai diri)

If a child lives with acceptance and friendship, he learns to find love in the world
(Jika anak dibesarkan dengan penerimaan dan persahabatan, ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan)

(Dorothy Law Nolte)

Hal ini dikarenakan segala sesuatu yang dilakukan orang dewasa ke anak, merupakan pengalaman bagi anak dan merupakan pelajaran bagi anak.
“Anak bukan miniature orang dewasa, maka mengertilah bahwa dunia anak bukan dunia orang dewasa, mereka mempunyai dunia sendiri, jangan memasukan dunia orang dewasa dengan paksa pada dunia mereka, beri kesempatan mereka bermain karena dalam bermain mereka belajar. Jangan banyak larangan untuk aktivitas mereka karena mereka akan merasa terkekang. Bawa dunia mereka ke dunia kita (orang dewasa) dengan tidak memaksa”.Paksaan akan membuat mereka gugur sebelum berkembang.”
Sedikit kata untukmu calon bunda, bunda dan guru idaman.
By. upiex